KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
atas hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan
rahmatNya,sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas makalah .
Dalam mempersiapkan dan
mengerjakan makalah ini penulis membutuhkan kerja sama dari masing-masing
anggota penyusun demi terselesaikanya makalah ini tepat waktu.
Dari waktu yang diberikan
oleh Guru pembimbing yang telah disepakati bersama,penulis penyusun makalah
tergerak hati untuk segera menyelesaikan satu paket makalah yang telah penulis
persiapkan. Dan sebagai penyusun, penulis mengharapkan makalah ini dapat
dievaluasi baik buruknya untuk menyempurnakan makalah ini dan mempersiapkan
makalah-makalah selanjutnya.
Ibarat Gading yang tak Retak,
Kami
menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah ini.Semoga makalah ini,dapat
bermanfaat bagi kita semua.
17 November 2015
Penulis
Daftar Isi
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Pembagian kekuasaan pemerintahan seperti
didapat garis-garis besarnya dalam susunan ketatanegaraan menurut Undang-Undang
Dasar 1945 adalah bersumber kepada susunan ketatanegaraan Indonesia asli, yang
dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran falsafah negara Inggris, Perancis, Arab,
Amerika Serikat dan Soviet Rusia. Aliran pikiran itu oleh Indonesia dan yang
datang dari luar,Diperhatikan sungguh-sungguh dalam pengupasan ketatanegaraan
ini, semata-mata untuk menjelaskan pembagian kekuasaan pemerintahan menurut
konstitusi proklamasI.
Pembagian kekuasaan pemerintah Republik
Indonesia 1945 berdasarkan ajaran pembagian kekuasaan yang dikenal garis-garis
besarnya dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia; tetapi pengaruh dari luar;
diambil tindakan atas tiga kekuasaan, yang dinamai Trias Politica, seperti
dikenal dalam sejarah kontitusi di Eropa Barat dan amerika Serikat.
Ajaran Trias Politica diluar negeri pada
hakikatnya mendahulukan dasar pembagian kekuasaan, dan pembagian atas tiga
cabang kekuasaan (Trias Politica) adalah hanya akibat dari pemikiran
ketatanegaraan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang pemerintah dan untuk
menjamin kebebasan rakyat yang terperintah.
1.2 Identifikasi Masalah
1.2.1
Menjelaskan konsep pembagian kekuasaan di Negara Republik Indonesia.
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1
Pengertian dari pemisahan kekuasaan Negara Indonesia ?
1.3.2
Pengertian dari pembagian kekuasaan Negara Indonesia ?
1.3.3
Bagaimana pembagian kekuasaan di Indonesia ?
1.4 Tujuan Penulisan
1.4.1 Untuk mengetahui pengertian pemisahan kekuasaan
1.4.2 Untuk mengetahui pengertian pembagian kekuasaan
1.4.3 Untuk mengetahui pembagian kekuasaan di Indonesia
1.5 Manfaat Penulisan
1.5.1 Membantu penulis maupun pembaca untuk mengetahui
tentang pemisahan kekuasaan
1.5.2 Membantu penulis maupun pembaca untuk mengetahui
tentang pembagian kekuasaan
1.5.3 Membantu penulis maupun pembaca untuk mengetahui
tentang pembagian kekuasaan di Indonesia
Bab II
Pembahasan
2.1 Pengertian Pemisahan Kekuasaan
Pemisahan kekuasaan dalam
arti material adalah pemisahan kekuasaan yang dipertahankan dengan jelas dalam
tugas-tugas kenegaraan di bidang legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sedangkan
pemisahan dalam arti formal adalah pembagian kekuasaan yang tidak dipertahankan
secara tegas.
Prof.Dr.
Ismail Suny, SH, MCL dalam bukunya “Pergeseran Kekuasaan Eksekutif” berkesimpulan
bahwa pemisahan kekuasaan dalam arti material sepantasnya disebut separation
of powers (pemisahan kekuasaan), sedangkan pemisahan kekuasaan dalam arti
formal sebaiknya disebut division of powers (pembagian kekuasaan). Suny
juga berpendapat bahwa pemisahan kekuasaan dalam arti material hanya terdapat
di Amerika Serikat, sedangkan di Inggris dan negara-negara Eropa Barat umumnya
berlaku pemisahan kekuasaan dalam arti formal. Meskipun demikian, alat-alat
perlengkapan negara tetap dapat dibedakan. Apabila dalam sistem Republik rakyat
di negara-negara Eropa Timur dan Tengah sama sekali menolak prinsip pemisahan
kekuasaan, maka UUD 1945 membagi perihal kekuasaan negara itu dalam alat-alat
perlengkapan negara yang memegang ketiga kekuasaan itu tanpa menekankan
pemisahannya. Pemisahan kekuasaan Negara Indonesia bertujuan untuk mempermudah
dalam pengaturan negara, setiap pejabat pemerintah mempunyai tugas yang sudah
ditentukan dan disepakati oleh negara. Pemisahan kekuasaan ini diatur dari yang
paling bawah hingga yang paling atas dalam suatu negara.
Prof.
Jennings membedakan antara pemisahan kekuasaan dalam arti materiil dan
pemisahan kekuasaan dalam arti formal. Adapun yang dimaksudkannya dengan
pemisahan kekuasaan dalam arti materiil ialah pemisahan kekuasaan dalam arti
pembagian kekuasaan itu dipertahankan dengan tegas dalam tugas-tugas kenegaraan
yang dengan jelas memperlihatkan adanya pemisahan kekuasaan itu kepada tiga
bagian: legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sedangkan yang dimaksudkannya
dengan pemisahan kekuasaan dalam arti formal ialah jika pembagian kekuasaan itu
tidak dipertahankan dengan tegas.
2.2 Pengertian Pembagian Kekuasaan
Pembagian
kekuasaan terdiri dari dua kata, yaitu “pembagian” dan “kekuasaan”. Menurut
kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pembagian memiliki pengertian proses
menceraikan menjadi beberapa bagian atau memecahkan (sesuatu) lalu
memberikannya kepada pihak lain. Sedangkan kekuasaan adalah wewenang atas
sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) sesuatu.
Sehingga secara harfiah pembagian kekuasaan adalah proses menceraikan wewenang
yang dimiliki oleh Negara untuk (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) menjadi
beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk diberikan kepada
beberapa lembaga Negara untuk menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang) pada
satu pihak/ lembaga.
Moh.
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim memaknai pembagian kekuasaan berarti bahwa
kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif
dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa
diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama. Berbeda
dengan pendapat dari Jimly Asshiddiqie yang mengatakan kekuasaan selalu harus
dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang
bersifat checks dan balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling
mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain, namun keduanya ada kesamaan,
yaitu memungkinkan adanya koordinasi atau kerjasama. Selain itu pembagian
kekuasaan baik dalam arti pembagian atau pemisahan yang diungkapkan dari
keduanya juga mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk membatasi kekuasaan
sehingga tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan yang memungkinkan
terjadinya kesewanang-wenangan.
Pada hakekatnya
pembagian kekuasaan dapat dibagi ke dalam dua cara, yaitu :
1.
Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan
menurut tingkatnya. Maksudnya pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat
pemerintahan, misalnya antara pemerintah pusat dengan dan pemerintah daerah
dalam negara kesatuan, atau antara pemerintah federal dan pemerintah negara
bagian dalam suatu suatu Negara federal.
2.
Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan
menurut fungsinya. Dalam pembagian ini lebih menitikberatkan pada pembedaan
antara fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif.
2.3 Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia
Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur
sepenuhnya di dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan
pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian
kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
2.3.1 Pembagian Kekuasaan secara Horizontal
Pembagian Kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian
kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislative, eksekutif dan
yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara
horizontal pembagian kekuasaan Negara di lakukan pada tingkatan pemerintahan
pusat dan pemerintahan daerah. Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan
pusat berlangsung antara lembaga-lembaga Negara yang sederajat. Pembagian
kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah
mengalami perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang
dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan Negara yang umumnya terdiri
atas tigas jenis kekuasaan (legislative, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam
kekuasaan Negara, yaitu :
1)
Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk
memngubah dan menetapkan UUD. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan
Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UUD.
2)
Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk
menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan Negara. Kekuasaan
ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
3)
Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk
membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk undang-undang.
4)
Kekuasaan yudikatif, atau kekuasaan kehakiman,
yaitu kekuasaan untuk menyelanggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan
keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa kekuasaa kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkingan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
5)
Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan
yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan Negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan sebagimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan satu Badan
Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
6)
Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini
dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagimana
ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa Negara memilki sutau bank sentral yang susunan, kedudukan,
kewenangan, tanggung jawab, dan idepedensinya diatur dalam undang-undang.
Pembagian
kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung
antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintahan Daerah
(Kepala/Wakil Kepala Daerah) dan DPRD. Pada tingkat provinsi, pembagian
kekuasaan berlangsung anatar Pemerintah provinsi (Gubernur/wakil Gubernur) dan
DPRD Provinsi. Sedangkan pada
tingkat pemerintahan kabupaten/kota (Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil
Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.
2.3.2
Pembagian Kekuasaan secara Vertikal
Pembagian
kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkatnya,
yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat
(1) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dann kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten,dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian secara vertical di Negara
Indonesia berlangsung antara pemerintahan
pusat dan pemerintahan daerah (Pemerintahan provinsi dan pemerintahan
kabupaten/kota). Pada pemerintahan
daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan
oleh pemerintah pusat. Hubungan antara pemerintahan Provinsi dan pemerintahan
kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi , pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat dalam bidang administrasi dan
kewilayahan.
Pembagian
kekuasaan secara vertikal muncul sebagian konsekuensi dari diterapkannya asas
desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut , pemerintah pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada
pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan
mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya , kecuali urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan pemerintah pusat , yaitu kewenangan yang berkaitan
dengan politik luar negeri , pertahanan , keamanan , yustisi , agama , moneter
dan fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan pemerintah daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya , kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai urusan pemerintah pusat.
Bab III
Kesimpulan dan Saran
3.1 Kesimpulan
Pemisahan
kekuasaan berarti kekuasaan Negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian,
baik mengenai organnya maupun fungsinya. Dengan kata lain, lembaga pemegang
kekuasaan Negara yang meliputi legislatif, eksekutif, dan yudikatif merupakan
lembaga yang terpisah satu sama lainnya, berdiri tanpa koordinasi dan
kerjasama. Setiap lembaga menjalani fungsinya masing-masing. Contoh Negara yang
menganutnya adalah Amerika Serikat.
Berdebda
dengan mekanisme pemisahan kekuasaan, di dalam mekanisme pembagian kekuasaan,
kekuasaan Negara itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif,
eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi
bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama.
Contoh Negara yang menganutnya adalah Indonesia.
Penerapan
pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian
kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
3.2 Saran
Daftar Pustaka
Buku
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas XI Semester 1
Komentar
Posting Komentar